KUrSI renungan
Di sini kududuk sendiri
melamun, setelah kutimbang berat badanku . Tak ku kira, masih terpampang jelas
kata “ close “ di balik kaca jendela depan. Nampaknya kami datang terlalu
cepat, tak ada seorang pun yang ada di teras sebagai ruang tunggu ini. Hanya
ada aku dan kakeku dan seorang apoteker yang berada di balik kaca ruang
apoteker sana , aku dan kakek hanya menunggu sambil melamun memandangi hal-hal
yang ada di ruang ini dan kadang-kadang juga mengobrol bersama . Sebenarnya di
ruang ini hanya ada beberapa kursi tunggu, meja, timbangan dan sebuah kursi
betawi. Kurang lebih dua puluh menit berlalu, terlintas seorang wanita yang
bekerja sebagai karyawan dokter didepan pandanganku, ia menyapa ku dengan
hangat,
”udah lama dek?”
“Ya, mbak lumayan.”
Kulihat dia hanya berjalan
sambil tersenyum menuju ruang praktek, aku fikir setelah ia masuk ke dalam
ruangan, ia akan mengganti kata “close” di balik kaca jendela menjadi “open”. Eh,
ternyata fikiran ku salah, ia hanya membukakan pintu sambil membawa kain pel ke
teras, mengepel ubin depan yang tadi terguyur hujan. Tak lama kemudian ia masuk
lagi , saat itu kulihat seorang ibu datang untuk periksa, menghampiri ku dan duduk
di samping ku yang seolah menyapa ku dengan senyumannya. Dia bertanya pada ku,
“ dek tadi udah ada pendataan pasien ?” ucapnya,
“ belum bu,”
jawab ku singkat
“ kamu kelas
berapa dek ?” ,tanya si ibu .
“ kelas satu SMA bu.”
“Oh”
Setelah bertanya padaku ia berbisik
“ tau nggak sih dokternya kalau ada pasien disini”.aku haya tersenyum ke ibu
itu ketika mendengarnya. “lha wong, udah jelas kalau di balik jendela kaca sana
masih terpapang tulisan close”, gumamku dalam hati . Tak lama berselang ibu
tadi melamun memandang sebuah kursi betawi di ruang tunggu klinik ini. Ketika
aku menoleh aku lihat wajahnya yang nampak sedih, matanya berliang-linang
hampir meneteskan air mata, aku terkejut ketika melihat semua itu. Dalam benak ku aku bertanya-tanya, apakah ibu itu
menahan sakit yang di deritanya ??
Ketika aku memandanginya ia
berbalik memandangiku, tiba-tiba ia bercerita pelan. “Aku rindu dengan anak ku,
aku rindu. Dia adalah anak ku yang pertama, namanya Andre, dia putih, agak
gemuk, matanya agak sipit, aku sangat rindu dengan dia, dia anak baik. Ketika
saya memandangi kursi betawi itu saya ingat dengan dia. Apabila dia masih hidup
mungkin sekarang seumuran dengan kamu,” dari situ aku kaget ternyata dugaan ku
tadi salah, yang tadinya aku kira dia melamun karna menyimpan rasa sakit yang dideritanya,
sekarang aku tahu ternyata ibu itu melamun karna memikirkan anaknya.
Setelah itu ia diam sebentar
dan aku pun merasa sedih saat mendengarnya, aku pun berkata “ saya turut
berduka cita atas meninggalnya anak ibu”.
Kemudian ia melanjutkan ceritanya “ iya dek,
kejadian itu udah lama tepatnya 6 tahun yang lalu. Anak ku mengalami kecelakaan
sepeda motor dengan ayahnya. Ketika
mereka menuju ke rumah setelah pulang sekolah, sepeda motornya bertabrakan
degan sebuah minibus. Untungnya ayahnya berhasil selamat, tetapi kaki dan
tangan kanannya harus di amputasi karena terlindas ban mobil. Dan malangnya anak
saya Andre meninggal saat dilarikan di rumah sakit. Masih teringat jelas waktu
itu hari selasa jam 13.00. Saat kejadian itu saya merasa sangat sedih karna
dialah anakku satu satunya. Sebelum kejadian itu terjadi, tepatnya sebelum
andre berangkat sekolah, saya sempat menyupinya sarapan di sebuah kursi betawi di
teras rumah kami, yang di situlah tempat Andre biasa duduk. Karena itu adalah
kursi kesukaannya. Setelah itu dia mencium pipi saya, yang sebelumnya belum
pernah dilakukan andre dan mungkin itu merupakan pertanda bagi saya”
Dari tadi aku hanya terdiam
mendengarkan cerita ibu itu, terlintas dalam fikiranku ternyata sesedih itu di
tinggalkan seseorang yang di cintai, seorang ibu yang mencintai anaknya dengan
penuh kasih sayang dan penuh dengan rasa
cinta yang tulus.
Tak ku sangka ketika ibu itu
menarik nafas dan menghentikan ceritanya, tetes demi tetes air matanya
menjatuhi tas jinjing yang sedang ia pangku, untugnya disana hanya ada aku dan
dia sehingga tidak banyak orang yang tahu. Sementara kakek ku yang tadi mengantarkan ku, sekarang ada di
tempat parkir sambil menelfon seseorang, entah siapa aku tak tahu. Dan ketika
aku memandangi ibu itu aku teringat dengan ibu ku yang sering menasehatiku, dan
yang sangat menyangiku. Kemudian aku menawari ibu itu tisu yang ku ambil dari
saku ku dan dia menerimanya sambil berkata “makasih dek”. Diusapkanlah tisu itu
ke matanya ketika itu ia berkata.
“ ma’af dek
udah ngerepotin soal cerita-cerita masa
lalu ibu tadi” , ucap si ibu.
“ nggak apa-apa bu, aku nggak nerasa direpotin kok “,
jawab ku
“ makasih ya dek”, jawab ibu itu.
“ ya bu,
sama-sama”, sahut ku.
Tak
lama, terdengar suara pintu terbuka, tulisan di balik kaca jendela berubah
menjadi “open” . Nampak seorang asister dokter tadi yang akan mendata pasien. Dan
otomatis aku dapat giliran yang pertama untuk di periksa. Di meja pendataan pasien
tekanan darah ku di periksa olehnya, setelah itu aku duduk kembali di samping
ibu tadi. Kakekku datang menghampiriku dan bertanya,
“ lho tadi kamu udah di data belum ?” , tanya kakek.
“ udah” , jawab ku
“ oh ya udah, tinggal nunggu “ , ucap kakek.
Dari tadi aku
nggak kepikiran nanya nama si ibu, saat aku mau nanya tiba-tiba ibu itu nanya
duluan,
“ lho dek dari tadi ibu ngobrol sama
kamu kok nggak tahu nama kamu ya,, nama mu siapa?” Tanya ibu itu.
“ Erwin bu” , jawab ku
“ oh, kalau nama ibu Eni,” ucap ibu
itu.
Terdengar seorang asisten dokter yang
memanggil namaku, dan itu artinya tiba saatnya untuk diperiksa oleh dokter,
yang dari tadi aku merasa kalau kepalaku sakit dan kelihatannya amandel ku
bengkak. Aku langsung masuk ke ruang praktek di klinik itu. Tak lama berselang
aku keluar dari ruang praktek dan ternyata dugaan ku benar dari hasil periksa
dokter tadi, aku mengalami sakit amandel. Setelah menerima obat aku pun pulang
dan berpamitan dengan ibu lani. Seorang ibu yang sangat mencintai anaknya.
Artikel Menarik Lainnya
Teruntuk Kamu Kekasihku
Teruntuk Kamu
Oleh : Muhammad Erwin Ferdianto
Teruktukmu
Kekasih termenung
Teruntuk
Catatan Tentang Dia
Catatan
Tentang Dia - Oleh Farhatul Aini
Aini - Mengenal kamu itu sesuatu yang indah tak